Selasa, 06 Desember 2011

ANDAI PENYESALAN ITU TAK PERNAH ADA…….

Mataku tak henti-hentinya mengamati selembar kertas biru muda yang terselip di buku Handout Teknologi Mekanik ku. Berkali-kali aku baca puisi yang tergores di atasnya. Seakan tak percaya bahwa itu benar-benar ada. Di menit dan detik ini aku bahagia. Tadi pagi dia yang ku puja mengembalikan buku ini padaku, dan malam ini saat aku buka buku itu, ku temukan tulisan-tulisan indah yang meyakiniku bahwa dia juga mempunyai perasaan yang sama seperti ku.
            Bintang-bintang yang ku pandangi malam ini seakan tahu apa yang aku rasakan. Memancarkan cahaya yang sama seperti mataku. Mata yang tak henti-hentinya menerawang jauh ke angkasa.. namun sesekali menunduk untuk membaca puisi di kertas biru muda tadi. Kata demi kata yang terukir di kertas itu, telah terukir pula di hatiku. Membuat jantung ku berdegup kencang. Setiap akhir barsnya, dan akhirnya aku sadari….bahwa aku benar-benar jatuh cinta.
            Semburat jingga masih tergambar jelas di langit pagi ini. irngi langkahku menyusuri koridor kampus dari halaman parkir belakang. Hari ini aku sengaja berangkat pagi, aku ingin segera bertemu seseorang yang membuatku terjaga sepanjang malam karena memikirkannya. Ingin segera aku pastikan apakah perasaannya sama dengan apa yang dia tulisakan di kertas biru muda itu. Sembari terus melangkah, banyak kata-kata yang membombardir memori otakku. Kata-kata serupa yang berisikan apa yang harus aku lakukan dikala aku bertemu dengannya nanti. Namun, langkahku terhenti dan semua kata-kata bombardir tadi hilang seketika dari otakku saat aku menatap bayangan indah yang dari tadi aku nanti kehadirannya. Sosok cowo manis yang bersenyum innocent itu sudah berdiri di hadapanku. Saat itu juga sel-sel dan organ tubuhku seakan berhenti beraktivitas. Hanya hidungku yang mampu mencium aroma wangi parfumnya yang bertebaran bersama angin pagi itu. “Ehmm…Mel,gimana jawabannya???” satu kalimat dari bibirnya yang sungguh membuat isi pikiranku buyar. Saat itu, sangat ingin aku katakana bahwa aku suka dia. Tapi kenapa kata-kata itu tak kunjung bisa aku ucap? Semua kata-kata yang sudah aku rancang seakan hilang dari memori otak ku. Dan aku hanya bisa mengatakan “Aduh,,aku sudah telat masuk kelas nih.. aku duluan ya ”..  Dengan segera kakiku melangkah pergi meninggalkan sosok cowo innocent itu.
            Di bawah pohon rindang halaman sisi kampus, aku duduk sendiri dan mencari jawaban kenapa aku begitu berat mengatakan “iya” pada Alvin. Mungkinkah aku belum siap jadi pacarnya? Tapi karena apa?apa karena banyak kaum hawa yang juga menyukainya? Atau karena aku takut melukai hati Agas, sahabatku yang kemarin menyatakan cinta padaku lantas aku menolaknya.. “Melati..” lamunanku terhenti ketika ku dengar suara indah menyapaku. Harusnya aku senang Alvin berada di sampingku saat ini. Tapi mengapa aku justru sedih dan bingung tentang apa yang harus aku katakana padanya. “Mel….” Dia menyapa ku lagi.  “iya..ada apa?” aku menjawab datar.”kamu mau kan?” tanyanya sambil mengeluarkan senyum innocent itu. Ya Tuhan senyum itulah yang menumbuhkan rasa indah ini. ”Apanya Vin??” tanyaku sambil membalas senyumnya. Tiba-tiba aura wajah Alvin berubah seakan dia sangat membenciku. “Sudah lupakan saja!!” jawabnya sambil pergi meninggalkan aku. Entah kenapa aku hanya bisa terpaku menatap sosok yang semakin tidak terlihat tertutup bangunan-bangunan kampus.
            Sudah dua minggu setelah kejadian itu aku tak pernah melihatnya lagi. Dalam waktu dua minggu itu pula aku berusah bertanya pada diriku sendiri. Pergulatan antara “ya”  atau  “tidak” untuk menerima dia. Akirnya hari ini aku putuskan untuk menemuinya dan mengatakan jeritan hatiku selama ini. Bahwa aku…juga cinta dia. Seharian ini aku mencarinya di semua tempat di sudut kampus, tapi aku ta kunjung menemukannya. Hari kian sore, dan aku pun putus asa. Akhirnya aku putuskan untuk pulang saja. Tapi saat aku melewati lapangan basket, aku pikir aku sedang menghayal dan berpikiran salah. Lamat-lamat ku amati orang di pojok lapangan basket, si cowo bonceng si cewe yang kedua tangannya melingkar erat seakan tak mau dipisahkan. Mereka berdua berlalu melaluiku yang hanya bisa tertegun. “Alvin..” gumamku.. Deruan Vixion Alvin yang menjauh seakan mengiringi kobaran api yang tengah membakar hatiku. Gerimis sore ini seakan tak mau kalah dengan air mata yang sedari tadi mengalir deras. Sentak ku ambil kertas biru muda di saku ku, dan ku baca puisi itu lagi.

Binar terang sinar matamu
Begitu indah terbangkan hatiku
Buatku bangga dan bahagia
Karena telah mencintaimu
Pancaran manis wajahmu
Bungkam aku dalam khayalku
Seulas senyummu hiasi hatiku
Tak akan pernah berlalu
Senyummu di setiap detak jantungku
Detik-detik malam itu ingin ku bawa terbang
Seakan memisahkan aku dnegan duniaku
Dalam gelap ku lihat syurga
Lampaui batas kemilau senja
Temukan cahaya cemerlang diantara hampa
Terangi sanubari bermahkotakan sutera
Di sudut batas semesta jiwaku
Ku jejaki setapak yang ku antarkan padamu
Andai aku bias raba hatimu
Ingin ku pahatkan kata-kata
“Aku sayang kamu MELATI…………………”

Aku tak mengerti sebenarnya siapakah yang salah? Aku ataukah Alvin? Apa Alvin hanya permainkanku? Atau semua ini salahku sendiri yang tak mau lekas menjawab ungkapan hatinya? Aku tahu……….ku lempar kertas biru muda itu, dan entah kemana terbangnya. Aku berlalu meninggalkan lapangan basket yang basah itu. Terbesit lirih suara hati kecilku, aku menyesal……………………………………..

By:Tha_