Senin, 23 Januari 2012

Karena Kita Adalah PEMENANG

“Keberanianmu bukan tumbuh saat kau menjadi pemenang di mata orang.
Tapi keberanian tumbuh saat kau berani melihat dirimu sebagai pecundang di depan cermin.
Keberanianmu tumbuh, mekar, dan berkembang saat kau meneliti rasa takut yang menjalar di seluruh jiwamu.”    

          Berapa kali kita terjatuh dan berapa kali kita gagal? Berapa kali pula kita terlalu banyak memikirkan jawaban dari pertanyaan tersebut? Tapi suatu ketika, apa yang membuat kita tetap berlari meski jalan terjal dan kerikil tajam terbentang di depan mata? Dan jwabannya adalah sama: Kita masih mempunyai setitik harapan, meski cahaya itu nyaris redup di lubuk hati yang terdalam. Karena kita masih mempunyai sebesit keyakinan meski terkadang rasa itu hamper tenggelam dalam ngarai jiwa.
          Kemenangan dan kegagalan adalah dua kata yang sangat dekat. Namun apa jadinya bila setiap orang di dunia selalu menjadi pemenang, tentu dunia ini tidak ada seninya. Bukankah TV lebih enak dilihat bila berwarna??? Itulah hakikat kegagalan. Tidak berani mencoba adalah kegagalan yang sejati. Bila dicoba tetap gagal, anggaplah itu adalah biaya yang harus kita bayar untuk mendapatkan kemenangan.
          “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu sangat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal dia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS 2:216)
Ingatlah kita terlahir di muka bumi ini adalah sebagai pemenang. Setelah melewati beberapa fase dengan mengalahkan ribuan pesaing hingga tercipta kita sebagai hamba yang dapat menghirup udara di muka bumi.
Adalah seorang pecundang yang tidak memiliki harapan dan keyakinan, seorang yang takut untuk bermimpi dan selalu berfikir gagal. Keberhasilan bukan hanya milik seorang yang cerdas dan hebat, melainkan hadir untuk mereka yang berani bermimpi dan merealisasikan mimpi-mimpi mereka. Mencoba dan terus mencoba meski berulang kaliterperosok di jurang kekecewaan.
          “Hai manusia sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhan-mu, maka kamu akan menemuinya” (QS. Al-Insyiqoh:6)

By: Tha

Jumat, 13 Januari 2012

Mengapa Saya Berjibab?????

Jujur saya tidak memiliki jawaban yang pasti, saya hanya ingin pulang kembali ke Allah... yang dapat saya rasakan adalah bukan waktunya lagi saya berlari-lari mencari kebahagiaan versi dunia, yang setelah saya memperoleh semuanya lalu saya merasakan bukan ini,,dan bukan itu arti kebahagiaan.
Saya mengayunkan langkah untuk mencari Allah, dan langkah pertama saya adalah mengenakan jilbab. sumber idenya adalah romantisme, jika saya ingin mendekat kepada kekasih saya maka hal pertama yang harus saya lakukan adalah mempercantik diri. Allah menyukai perempuan yang menutup auratnya dengan hijab. perhiasan seorang perempuan muslimah adalah akhlaknya yang sholehah. orang akan langsung mengenali saya bahwa saya adalah muslimah dari jilbab saya, karena jika saya tidak berjilbab maka tidak ada bedanya dengan yang bukan. hanya ini langkah awal saya. tanpa saya sadari saya mulai mencintai hal-hal yang menuju kepada Sang Pemilik Napas. tanpa saya sadari saya terbawa arus kebaikan, bermahkotakan Al-Quran dan Hadist, saya mulai meninggalkan celana dan baju-baju pendek saya. entah mengapa saya merasa lebih cantik dengan membuang jauh-jauh pakaian itu.
Untuk saya berjilbab adalah sifat taat kepada Allah dan menjaga saya dari tarikan-tarikan mata makhluk berkumis.
Bukankah indah akan semakin indah bila tertutup, akan menarik jika tidak terlihat, akan tetap menjadi misteri yang tidak akan pernah selesai kecuali dimiliki, sesuatu yang tidak bisa disingkap apalagi disentuh, yang tersembunyi dengan baik akan memiliki nilai yang tinggi. tanpa hijab tidak ada daya tarik, tidak ada kerinduan. bukankah Allah itu misteri dan tersembunyi maka kita merindukannNya?? yaaaa beginilah saya....tidak punya jawaban mengapa saya berjilbab. hanya Allah yang bisa menjawab,, ketika kening menyentuh sajadah, ketika air mata jatuh saat tahajud, ketika tangan terangkat tinggi memohon ampunan, ketika titik NOL adalah titik kepasrahan saya atas semua yang dititipkan Allah kepada saya, ketika tidak ada lagi jarak antara saya dan Allah, ketika jilbab menutupi dada saya. maka inilah kebahagiaan sesungguhnya. Hingga saya berpulang dan menutup mata. saya ingin indah di mata Allah, hingga saya dapat mempertanggung jawabkan semua perbuatan saya di Mahkamah Agung milikNya.. 
InsyaAllah..

by: Thatha